Review Film Si Doel The Movie 2, Menghidupkan Kembali Jiwa Sinetron ’90-an
Sudah satu tahun berlalu sejak Rano Karno dkk muncul dalam ‘Si Doel The Movie 1’, adaptasi sinetron ‘Si Doel Anak Sekolahan’, yang tayang pada 2018 lalu. Kini, Si Doel kembali ke bioskop lewat comeback-nya yang cukup ditunggu-tunggu, Si Doel The Movie 2.
Harus diakui, film kedua ini lebih mengingatkan kita akan kejayaan sinetron ‘Si Doel Anak Betawi’ nun di tahun 1990-an silam. Karakter yang ditampilkan dalam film ini ditulis dan diperankan sesuai dengan sinetron originalnya, sehingga menghidupkan kembali jiwa sinetron asli yang kurang bisa dieksplor oleh film pendahulunya.
Bukan tanpa alasan jika untuk nonton film sub indo kedua ini lebih terkesan asli dibanding Si Doel The Movie 1. Latar yang digunakan untuk pengambilan adegan lebih banyak bertempat di Jakarta, sama seperti sinetronnya dua dekade silam. Sedangkan film pertama lebih banyak mengambil latar di Belanda, tidak terlalu menghidupkan nostalgia yang ada di benak penggemar akan Si Doel.
Selain itu, peran Si Doel (Rano Karno) lebih mendapat porsi yang memadai dalam film Si Doel The Movie 2. Karakter Doel lebih banyak diekspos, tidak seperti film pertama yang kebanyakan menampilkan Doel dalam diam. Kali ini, Doel lebih banyak bicara. Lebih banyak bercerita. Persis seperti Doel yang dikenal penggemar dua puluh tahun yang lalu. Begitu juga dengan karakter lain seperti Atun (Suti Karno), Mandra (Mandra), hingga Mak Nyak (Aminah Cendrakasih).
Dalam Si Doel The Movie 2, karakter Mandra dan Atun seperti mengulang kembali adegan-adegan pertengkaran dan percekcokan sepele seperti di sinetronnya. Bedanya, Atun terlihat lebih dewasa, sedangkan Mandra justru kebocah-bocahan. Dua karakter ini turut jadi penyeimbang karakter Doel sehingga film lebih berjalan dinamis.
Secara singkat film ini bercerita tentang kehidupan rumah tangga Doel dan Zaenab (Maudy Koesnaedi) yang tengah dirundung konflik. Doel yang baru pulang dari luar negeri mengabarkan bahwa ia bertemu belahan hatinya yang telah terpisah, Sarah (Cornelia Agatha) serta anak mereka, Dul (Rey Bong). Zaenab dilanda kegalauan antara mempertahankan atau melepaskan pernikahannya.
Karakter Zaenab dibawakan dengan amat baik oleh Maudy. Sayangnya, emosi sedih dan galau yang dirasakan Zaenab kurang mendapat sorotan, porsi adegannya kurang banyak. Sehingga penonton hanya menangkap setengah-setengah dari emosi yang dirasakan Zaenab. Padahal, dengan kualitas akting Maudy yang jempolan, Rano Karno selaku sutradara bisa menggali lebih dalam ekspresi sedih ini sehingga menguras airmata pemirsa.
Lain halnya dengan Cornelia Agatha. Ketika aktris ini masih terlihat kaku saat memerankan Sarah di film pertama, di film Si Doel The Movie 2 ini Cornelia jauh lebih santai dan luwes. Kemampuannya menampilkan emosi saat beradu akting dengan Mak Nyak juga mengundang pujian.
Kualitas gambar masih menjadi kendala yang terlihat pada Si Doel The Movie 2. Ada beberapa suntingan dan efek yang dimasukkan dalam film ini yang terkesan amatir dan lebay. Juga ada satu atau dua adegan yang melibatkan CGI (Computer Generated Imagery) yang sepertinya belum tergarap dengan baik. Namun, dari segi cerita dan kualitas, film ini mengalami peningkatan jauh dibanding film pendahulunya.
Penonton setia yang telah mengikuti perjalanan Doel sejak dua puluh tahun lalu dalam sinetron, hingga diangkat menjadi serial, lalu diangkat lagi menjadi film layar lebar, tentu akan mengamini bahwa cerita kehidupan Doel tak pernah usang untuk ditonton. Bersama Keluarga Cemara, si Doel menjadi salah satu contoh karakter asli sinetron Indonesia yang akan selalu jadi legenda. Film Si Doel The Movie 2 ini tidak diniatkan untuk mencari penggemar baru Si Doel, tetapi didedikasikan untuk penggemar Si Doel yang telah ada dan akan selalu ada.
this is an very nice.